Selasa, 21 Desember 2010

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT (SUHU) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN, TERNAK, HAMA, PENYAKIT TUMBUHAN, DAN GULMA


A. TANAMAN
Faktor iklim di dalamnya termasuk suhu udara, sinar matahari, kelembaban udara dan angin. Unsur-unsur ini sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan tanaman. Yang dimaksud dengan ketinggian tempat adalah ketinggian dari permukaan air laut (elevasi). Ketinggian tempat mempengaruhi perubahan suhu udara. Semakin tinggi suatu tempat, misalnya pegunungan, semakin rendah suhu udaranya atau udaranya semakin dingin. Semakin rendah daerahnya semakin tinggi suhu udaranya atau udaranya semakin panas. Oleh karena itu ketinggian suatu tempat berpengaruh terhadap suhu suatu wilayah.
Perbedaan regional dalam topografi, geografi dan cuaca menyebabkan terjadinya perbedaan dalam tanaman, pola tanam, metode bercocok tanam dan situasi sosio-ekonomi. Pola tanam dari beberapa tanaman yang ditanam terus menerus serta keadaan iklim yang cocok akan meningkatkan dan kompleksnya serangan hama, penyakit dan gulma.
Tinggi tempat dari permukaan laut menentukan suhu udara dan intensitas sinar yang diterima oleh tanaman. Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhu tempat tersebut. Demikian juga intensitas matahari semakin berkurang. Suhu dan penyinaran inilah yang nantinya akan digunakan untuk menggolongkan tanaman apa yang sesuai untuk dataran tinggi atau dataran rendah. Ketinggian tempat dari permukaan laut juga sangat menentukan pembungaan tanaman. Tanaman berbuahan yang ditanam di dataran rendah berbunga lebih awal dibandingkan dengan yang ditanam pada dataran tinggi
Faktor lingkungan akan mempengaruhi proses-proses phisiologi dalam tanaman. Semua proses phisiologi akan dipengaruhi boleh suhu dan beberapa proses akan tergantung dari cahaya. Suhu optimum diperlukan tanaman agar dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh tanaman. Suhu yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan tanaman bahkan akan dapat mengakibatkan kematian bagi tanaman, demikian pula sebaliknya suhu yang terlalu rendah. Sedangkan cahaya merupakan sumber tenaga bagi tanaman.
Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, induksi bunga, pertumbuhan dan differensiasi perbungaan (inflorescence), mekar bunga, munculnya serbuk sari, pembentukan benih dan pemasakan benih. Tanaman tropis tidak memerlukan keperluan vernalisasi sebelum rangsangan fotoperiode terhadap pembungaan menjadi efektif. Tetapi, pengaruh suhu terhaadap induksi bunga cukup kompleks dan bervariasi tergantung pada tanggap tanaman terhadap fotoperiode yang berbeda. Suhu malam yang tinggi mencegah atau memperlambat pembungaan dalam beberapa tanaman.
Di daerah beriklim sedang perbedaan suhu lebih ditentukan oleh derajat lintang (latitude), Di tropika perbedaan ini lebih ditentukan oleh tinggi tempat (altitude). Ditinjau dari sudut pertumbuhan tanaman, Junghuhn (1853) dalam membagi daerah pertanaman di pulau Jawa menjadi 4 zone.
1. Zone I 0 – 600 m dari permukaan laut
2. Zone II 600 – 1.350 m
3. Zone III 350 – 2.250 m, dan
4. Zone IV 2.250 – 3.000 m.
Sedangkan Wellman (1972) membuat pembagian yang dihubungkan dengan ekologi patogen tanaman dan ternyata cocok untuk tropika Asia yaitu zone I 0-300 meter diatas permuakan laut, zone II 300-500 mdpl, zone III 500-1000 mdpl dan zone IV 1.000-2.000 mdpl.
Berdasarkan ketinggian tempatnya terdapat macam-macam hutan:
• hutan pantai (beach forest)
• hutan dataran rendah (lowland forest)
• hutan pegunungan bawah (sub-montane forest)
• hutan pegunungan atas (montane forest)
• hutan kabut (cloud forest)
• hutan elfin (alpine forest)
Perubahan suhu tentunya mengakibatkan perbedaan jenis tumbuhan pada wilayah-wilayah tertentu sesuai dengan ketinggian tempatnya. Maka berdasarkan iklim dan ketinggian tempat, flora di Indonesia terdiri atas:
Hutan hujan tropis
Indonesia berada di daerah katulistiwa, banyak mendapat sinar matahari, curah hujannya tinggi, dan suhu udaranya tinggi, menyebabkan banyak terdapat hutan hujan tropik. Ciri-ciri hutan ini adalah sangat lebat, selalu hijau sepanjang tahun, tidak mengalami musim gugur, dan jenisnya sangat heterogen. Hutan jenis ini banyak terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Irian Jaya. Beberapa jenis floranya misalnya kayu meranti, ulin, dan kapur. Pada pohon-pohon ini hidup menumpang berbagai tumbuhan seperti anggrek dan tumbuhan merambat.dan epifit. Tumbuhan merambat yang terkenal adalah rotan.
Pembagian hutan hujan tropis adalah sebagai berikut.
1. Hutan Hujan Tanah Kering (ketinggian 1000 - 3000 m dari muka laut)
- Hutan nondipterocarpeceal memiliki ketinggian < 1.000 m dan suhu
antara 26°C-21°C.
- Hutan dipterocarpaccoo memiliki ketinggian < 1.000 m dan suhu antara
26°C-21°C.
- Hutan agathis campuran memiliki ketinggian < 2.500 m dan suhu antara
26°C-13°C.
- Hutan pantai memiliki ketinggian < 5 m dan suhu ± 26°C.
- Hutan belukar memiliki ketinggian < 1.000-2.000 m dan suhu antara
26°C-21°C.
- Hutan fegacceal memiliki ketinggian antara 1.000-2.000 m dan suhu
antara 21°C-28°C.
- Hutan casuarina memiliki ketinggian antara 1.000-2.000 m dan suhu
antara 21°C-11°C.
- Hutan penuh memiliki ketinggian antara 700-1.000 m dan suhu antara
23°C-18°C.
- Hutan nothofogus memiliki ketinggian 1.000-3.000 m dan suhu antara
21°C-11°C.
2. Hujan Tanah Rawa (ketinggian 5 - 100 m dari muka laut).
- Rawa air tawar
- Hutan rawa gambut
- Hutan payau (hutan mangrove)

Hutan musim
Hutan ini terdapat di daerah yang suhu udaranya tinggi (terletak pada ketinggian antara 800 - 1200 m dari muka laut). Pohon-pohonnya jarang sehingga sinar matahari sampai ke tanah, tahan kekeringan, dan tingginya sekitar 12 - 35 m. Daunnya selalu gugur pada musim kering/kemarau dan menghijau pada musim hujan. Contohnya pohon jati, kapuk, dan angsana.
Hutan musim dapat digolongkan menjadi sebagai berikut.
1. Hutan musim gugur daun
2. Hutan musim selalu hujan

Hutan sabana
Sabana adalah padang rumput yang disana sini ditumbuhi pepohonan yang berserakan atau bergerombol. Terdapat di daerah yang mempunyai musim kering lebih panjang dari musim penghujan, seperti di Nusa Tenggara. Hutan sabana dapat digolongkan menjadi berikut ini.
1. Hutan sabana pohon dan palma memiliki ketinggian < 900 m dan suhu 22°C.
2. Hutan sabana casuarina memiliki ketinggian antara 1.600 - 2.400 m dan suhu antara 18°C-13°C.
Padang rumput
Terdapat pada daerah yang mempunyai musim kering panjang dan musim penghujan pendek, seperti di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Padang rumput dapat terdapat di daerah dengan ketinggian antara 900 - 4000 m di atas permukaan laut, seperti misalnya padang rumput tanah, padang rumput pegunungan, komunitas rumput, dan lumut.
Padang rumput dapat digolongkan menjadi berikut ini.
1. Padang rumput iklim basah
- Padang rumput tanah rendah memiliki ketinggian < 1.000 m dan suhu 26°C-21°C.
- Rawa rumput memiliki ketinggian > 1000 m dan suhu ± 26°C.
- Padang rumput pegunungan memiliki ketinggian antara 1.500 – 2.400 m dan suhu antara 18°C-23°C.
- Padang rumput berawa gunung memiliki ketinggian antara 2.400 – 4000 m dan suhu antara 10°C-18°C.
- Padang rumput Alpin memiliki ketinggian antara 4.000 – 4.500 m (batas salju) dan suhu > 6°C.
- Komunitas rumput dan lumut memiliki ketinggian > 4.500 m dan suhu < 6°C.
2. Padang rumput iklim kering dengan suhu 22°C.

B. TERNAK
Faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi ternak meliputi lingkungan fisik (radiasi, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, curah hujan, den ketinggian tempat), lingkungan biotic (vegetasi, predator, hewan/ternak lain, bakteri, parasit, dan virus), lingkungan kimiawi (pencemaran dan peracunan oleh unsure-unsur), dan lingkungan manusia sebagai pengelola.
Semakin tinggi letak suatu daerah dari atas permukaan laut maka akan semakin rendah suhu udara rata-rata hariannya. Kroteria dataran rendah ditandai dengan suhu udara yang tinggi dan tekanan udara maupun oksigen yang tinggi pula. Diantara faktor iklim, suhu dan kelembaban udara merupakan faktor terpenting yang mengatur iklim serta adaptasi dan distribusi dari ternak dan vegetasi. Sebagi contoh, kehidupan ternak sapi diperlukan suhu optimal diantara 13 sampai 180C dan bila suhu naik diantara 1 – 100C dari suhu optimalnya, ternak akan mengalami depresi. Suhu udara dan kelembaban tinggi akan menimbulkan stress akibat kenaikan suhu tubuhnya. Untuk menurunkan suhu tubuhnya yang naik, maka diperlukan energi tambahan guna mencapai keseimbangan tubuhnya, efisiensi energi pakan (makanan) menjadi lebih kecil.
Kebutuhan zat makanan pada ternak dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, pada suhu dan kelembaban tinggi,dapat menyebabkan menurunnya konsumsi pakan dan akan disertai dengan menurunnya daya cerna diikuti kehilangan berat badan dan menurunnya resistensi terhadap penyakit.
Dengan adanya suhu lingkungan yang tinggi maupun yang lebih rendah dari suhu tubuhnya, maka ternak akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya yang konstan. Oleh karena itu, hewan akan memproduksi panas dalam tubuhnya dan mengeluarkannya ke sekitar lingkungannya secara terus menerus dan tetap, sehingga kanaikan atau penurunan suhu 10C dari suhu tubuhnya sudah cukup menimbulkan pengaruh proses fisiologinya . terganggunya keseimbangan panas dapat menurunkan produktifitasnya.

C. HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
Hama seperti mahluk hidup lainnya perkembangannya dipengaruhi oleh faktor faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung. Temperatur, kelembaban udara relatif dan foroperiodisitas berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, keperidian, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga. Sebagai contoh hama kutu kebul (Bemisia tabaci) mempunyai suhu optimum 32,5º C untuk pertumbuhan populasinya.
Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh faktor iklim terhadap vigor dan fisiologi tanaman inang, yang akhirnya mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap hama. Temperatur berpengaruh terhadap sintesis senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, falvonoid yang berpengaruh terhadap ketahannannya terhadap hama. Pengaruh tidak langsungnya adalah kaitannya dengan musuh alami hama baik predator, parasitoid dan patogen.
Dari konsep segitiga penyakit tampak jelas bahwa iklim sebagai faktor lingkungan fisik sangat berpengaruh terhadap proses timbulnya penyakit. Pengaruh faktor iklim terhadap patogen bisa terhadap siklus hidup patogen, virulensi (daya infeksi), penularan, dan reproduksi patogen. Pengaruh perubahan iklim akan sangat spesifik untuk masing masing penyakit.
Perubahan iklim berpengaruh terhadap penyakit melalui pengaruhnya pada tingkat genom, seluler, proses fisiologi tanaman dan patogen. Setiap tahap dari siklus hidup patogen, dipengaruhi oleh suhu, dari tunas spora, hingga memasuki masa pertumbuhan induknya menjadi hingga sporulasi baru dan perpindahan spora. Terdapat temperatur minimum, maksimum, dan optimum yang berbeda untuk tiap patogen yang berbeda dan bahkan untuk proses pada beberapa patogennya. Verticillium dahliae paling aktif menyebabkan kelayuan pada suhu antara 25-280C, tetapi Verticillium albo-atrum akan mendominasi pada suhu 20-250C. Karat dini pada tomat dipicu oleh suhu yang hangat dan sebaliknya.
Bakteri penyebab penyakit kresek pada padi Xanthomonas oryzae pv. oryzae mempunyai suhu optimum pada 30º C. Sementara F. oxysporum pada bawang merah mempunyai suhu pertumbuhan optimum 28-30 º C. Bakteri kresek penularan utamanya adalah melalui percikan air sehingga hujan yang disertai angin akan memperberat serangan. Pada temperatur yang lebih hangat periode inkubasi penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum ) lebih cepat di banding suhu rendah. Sebaliknya penyakit hawar daun pada kentang yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora infestans lebih berat bila cuaca sejuk (18-22 º C) dan lembab. Faktor-faktor iklim juga berpengaruh terhadap ketahanan tanaman inang. Tanaman vanili yang stres karena terlalu banyak cahaya akan rentan terhadap penyakit busuk batang yang disebabkan oleh Fusarium. Ekspresi gejala beberapa penyakit karena virus tergantung dari suhu.

D. GULMA
Gulma yang terdapat pada dataran tinggi relatif berbeda dengan yang tumbuh di daerah dataran rendah. Pada daerah yang tinggi terlihat adanya kecenderungan bertambahnya keanekaragaman jenis, sedangkan jumlah individu biasanya tidak begitu besar. Hal yang sebaliknya terjadi pada daerah rendah yakni jumlah individu sangat melimpah, tetapi jumlah jenis yang ada tidak begitu banyak.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Hutan. http://id.wikipedia.org/hutan. Diakses pada 26 maret 2009.
Boudreau, Mark. 2008. Organic Plant Disease Management: the Environment. http://www.extension.org/main/partners. Diakses pada 23 maret 2009.

D.F. Warnock , W.M. Randle dan O.M. Lindstrom, Jr. 1993. Photoperiod, Temperature, and Plant Age Interact to Affect Short-day Onion Cold Hardiness. hortscience, Georgia. (http://www.google.co.id. Diakses pada 23 maret 2009.)

Kadarsih, Siwitri. 2004. Performans Sapi Bali Berdasarkan Ketinggian Tempat di Daerah Transmigrasi Bengkulu: I. Performans Pertumbuhan. Jurnal ilmu-ilmu pertanian Indonesia vol. 6, No. 1. (http://www.google.co.id. Diakses pada 23 maret 2009.)

Muawin, Heru A. 2009. Hubungan Suhu Bagi Pertumbuhan Tanaman. http://herumuawin.blogspot.com/2009/03/ hubungan-suhu-bagi-pertumbuhan-tanaman/. Diakses pada 26 maret 2009

Tim MGMP. 2008. Lingkungan Kehidupan di Muka Bumi. http://mgmpgeok.blogspot.com/2008/10/lingkungan-kehidupan-di-muka-bumi.html. Diakses pada 23 maret 2009.

Wiyono, Suryo. 2007. Perubahan Iklim dan Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman. IPB, Bogor. (http://www.google.co.id. Diakses pada 23 maret 2009.)

Zahara, Hafni dan Lenny Hartati Harahap. Identifikasi Jenis Cendawan Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum) Pada Topografi Yang Berbeda. Balai Besar Karantina Tumbuhan, Belawan. (http://www.google.co.id. Diakses pada 23 maret 2009.)

ANATOMI DAN HISTOLOGI ALAT REPRODUKSI BETINA

PENDAHULUAN

Reproduksi atau perkembangbiakan merupakan bagian dari ilmu faal (fisiologi). Reproduksi secara fisiologis tidak vital bagi kehidupan individual dan meskipun siklus reproduksi hewan berhenti, hewan tersebut masih dapat bertahan hidup, sebagai contoh hewan yang diambil organ reproduksinya (testes atau ovarium) hewan tersebut tidak mati.
Ilmu reproduksi ternak merupakan ilmu yang memepelajari perkembangan, bagian, fungsi, ukuran, serta pengaruh terhadap pertumbuhan ternak dalam berkembangbiak. Umumnya reproduksi baru dapat berlangsung setelah hewan mencapai masa pubertas atau dewasa kelamin, dan hal ini diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin dan hormone yang dihasilkan oleh tubuh hewan. Hewan tingkat tinggi, termasuk ternak bereproduksi secara seksual, dan proses reproduksinya meliputi beberapa tingkatan fisiologik yang meliputi fungsi-fungsi yang sangat komplek dan terintigrasi antara proses yang satu dengan yang lainya.
Peternakan merupakan salah satu dari berbagai bidang yang menyokong kehidupan masyarakat secara umum, selain dari bidang pertanian. Peternakan merupakan lahan yang strategis bagi masyarakat Indonesia apabila mereka mau untuk mengembangkan. Peternakan merupakan bidang yang cocok bagi masyarakat Indonesia karena iklim di Indonesia sangatlah mendukung bagi berkembangnya sector peternakan. Iklim Indonesia yang tropis memungkinkan sebagian ternak bisa berkembang dengan baik karena biasanya ternak tidak terlalu butuh adaptasi yang panjang untuk hidup, karena perbedaan iklimnya tidak terlalu besar. Oleh karena itu untuk menghasilkan hewan ternak yang unggul, maka dibutuhkan pengetahuan tentang reproduksi  ternak itu, karena reproduksi ternak akan berhubungan dengan perbaikan genetis dari ternak itu. Seperti kita tahu bahwa era globalisasi menuntut para peternak untuk mampu bersaing, jangan malah semakin tenggelam oleh bidang lain.
Tujuan dari praktikum anatomi alat reproduksi betina adalah mengetahui bagian, fungsi, ukuran serta faktor yang mempengaruhinya dan pembentukan folikel, terjadimya ovulasi dan faktor yang mempengaruhinya.
Tujuan dari praktikum histologi betina adalah mengetahui bagian dari masing-masing alat reproduksi secara mikroskopis, mengetahui sel-sel yang berperan membangun alat reproduksi yang ada serta peran serta dalam rangka membantu fungsi reproduksi secara keseluruhan.
Tujuan dari praktikum anatomi alat reproduksi jantan adalah mengetahui bagian, fungsi, ukuran serta faktor yang mempengaruhi ukuran masing-masing alat reproduksi ternak jantan. Tujuan dari praktikum histologi jantan adalah mengetahui bagian dari masing-masing alat reproduksi secara mikroskopis, mengetahui sel-sel yang berperan membangun alat reproduksi yang ada serta peran serta dalam rangka membantu fungsi reproduksi secara keseluruhan.

 TINJAUAN PUSTAKA

            Organ reproduksi betina, organ reproduksi primer, ovaria, menghasilkan ovarium dan hormon-hormon kelamin betina. Organ-organ sekunder  atau saluran reproduksi terdiri dari tuba fallopi (oviduct), uterus, cervix, vagina dan vulva. (Dellman, 1992).Secara anatomik alat reproduksi betina terdiri dari gonad atau ovarium, saluran-saluran reproduksi, dan alat kelamin luar (Partodiharjo,1992).

Ovarium
Ovarium pada sapi berbentuk bulat telur. Ukurannya relatif kecil dibanding dengan besar tubuhnya. Ukurannya adalah panjang 2 sampai 3 cm, lebar 1 sampai 2 cm, tebal 1 sampai 2 cm, dan beratnya berkisar antara 15 sampai 19 gram. Ovarium digantung oleh alat penggantung mesovarium dan ligamentum utero ovarika (Hardjopranjoto, 1995). Ovarium tertinggal di dalam cavum abdominalis. Ovarium mempunyai dua fungsi, sebagai organ eksokrin yang menghasilkan sel telur atau ovum dan sebagai organ endokrin yang mensekresikan hormon kelamin betina estrogen dan progesterone (Santoso, 2009).

Oviduct
Oviduct merupakan bagian yang berperan penting dalam peristiwa kopulasi saat proses reproduksi. Oviduct terdapat sepasang (kiri dan kanan) dan merupakan saluran kecil berkelok-kelok membentang dari depan ovarium berlanjut ke tanduk uterus. Oviduct sendiri terdiri dari tiga bagian yaitu infundibulum, ampula, dan isthmus. Pada masing-masing bagian memiliki keunikan tersendiri, seperti misalnya bagian infundibulum, bagian ujung infundibulum terdapat jumbai-jumbai yang disebut fimbria. Bagian isthmus dengan ampula dibatasi oleh suatu ampulari ismic junction yang berperan dalam pembuahan, sedangkan batas antara isthmus dengan uterus adalah uteri tubal junction.(Hafez, 1993)
            Bagian ujung infudibulum membentuk suatu fimbria. Infudibulum ini nampaknya berperan aktif dalam ovulasi, paling tidak dalam melingkupi sebagian atau keseluruhan ovari dan mengarahkan ovum menuju kebukaan abdominal dari tuba uterin. Panjang tuba uterin (oviduct) berkisar 25 cm (Frandson, 1992).
            Ampula bagian cauda merupakan tempat terjadinya pembuahan. Dalam ampula aktivitas silia merupakan kekuatan utama untuk menggerakkan ovum kearah isthmus, tetapi  pada beberapa spesies kontraksi otot juga berperan. Meskipun spermatozoa berkembang dalam saluran reproduksi jantan, kemampuan membuahi pada hewan piaraan hanya dapat dicapai setelah kapasitasi dalam tuba uterina (Dellman dan Brown, 1992). Pembuahan yaitu persatuan antara sel telur dan sperma, terjadi disepertiga bagian atas dari oviduct (Blakely dan Bade, 1991).

Uterus
Uterus merupakan bagian saluran alat kelamin betina yang berbentuk buluh, berurat daging licin, untuk menerima ova yang telah dibuahi atau embrio dari tuba falopii (Hardjopranjoto, 1995). Uterus merupakan tempat implantasi konseptus (zigot yang telah berkembang menjadi embrio) (Dellman dan Brown, 1992). Fungsi uterus adalah sebagai jalannya sperma pada saat kopulasi dan motilitas (pergerakan) sperma ke tuba falopii dibantu dengan kerja yang sifatnya kontraktil. Uterus juga berperan besra dalam mendorong fetus serta membrannya pada saat kelahiran (Hunter, 1995).
Panjang corpus uteri berkisar antara 2 sampai 4 cm, sedangkan panjang cornua uteri berkisar 35 sampai 40 cm (Frandson, 1992). Dinding uterus terdiri dari tiga lapis yaitu 1) endometrium, 2) tunica muscularis atau miometrium, 3) tunica serosa atau perimetrium. Pada ruminansia, terdapat endometrim dengan penebalan terbatas, disebut karankula. Karankula ini banyak mengandung fibroblast dan vasikularisasinya ekstensif (Dellman dan Brown, 1992). Karankula adalah tonjolan-tonjolan yang menyerupai bentuk cendawan dari permukaan dalam uterus ruminansia yang merupakan tempat perlekatan membran fetus (Frandson, 1992).
            Miometrium merupakan lapisan di bawah endometrium, terdiri dari urat daging licin melingkar (sirkuler) kuat disebelah dalam dan yang memanjang (longitudinal) disebelah luar. Antara endometrium dan miometrium ada lapisan vascular, yang banyak ditemukan pembuluh darah kapiler. Lapisan perimetrium atau lapisan serosa adalah lapisan terluar dari dinding uterus (Hardjopranjoto, 1995).

Serviks
            Serviks merupakan suatu struktur yang mempunyai sfingter (sphincter) yang memisahkan rongga uterin dengan rongga vagina. Fungsi pokok serviks adalah untuk menutup uterus guna melindungi masuknya invasi bakteri maupun masuknya bahan-bahan asing. Sfingter itu tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat kelahiran (Hardjopranjoto, 1995)
            Selama birahi dan kopulasi, serviks berperan sebagai jalan masuknya sperma. Jika kemudian terjadi kebuntingan, saluran uterin itu tetutup dengan sempurna guna melindungi fetus. Beberapa saat sebelum kelahiran, pintu itu mulai terbuka, serviks mengembang, hingga fetus dan membran dapat melaluinya pada saat kelahiran (Hardjopranjoto, 1995).
            Serviks pada sapi panjangnya antara 5 sampai 10 cm mempunyai diameter  antara 2 sampai 6,5 cm. Pada bagian depan terdapat mulut sebelah dalam (orificium uteri internum) bagian belakangnya terdapat mulut sebelah luar (orificium uteri eksterna) atau sering disebut juga disebut sebagai mulut vagina (orificium vaginae) (Hardjopranjoto, 1995).

Vagina
             Vagina adalah bagian saluran peranakan yang terletak di dalam pelvis di antara uterus (arah kranial) dan vulva (kaudal). Vagina juga berperan sebagai selaput yang menerima penis dari hewan jantan pada saat kopulasi (Frandson, 1992). Vagina merupakan buluh berotot yang menjulur dari serviks sampai vestibulum (Dellman dan Brown, 1992).

Vulva
Organ reproduksi bagian luar hewan betina terdiri atas vulva dan klistoris. Vulva terdiri dari atas Labia mayora dan labia minora. Labia mayora berwarna hitam dan tertutupi oleh rambut. Labia mayora merupakan bagian terluar dari vulva. Sedangkan bagian dalam vulva yang tidak terdapat rambut yaitu labia minora.  (Bearden and Fuquay, 1997).

Klitoris
Alat reproduksi bagian luar terdapat banyak ujung syaraf perasa. Syaraf perasa memegang peranan penting pada waktu kopulasi. Klitoris terdiri dari korpora kavernosa klitoridis yang bersifat erektil, glans klitoridis yang rudimenter dan praeputium klitoridis. (Dellmann, 1992)


MATERI DAN METODE

Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum anatomi dan histologi alat reproduksi betina  adalah pita ukur, gunting bedah, pinset, kamera, mikroskop, kertas kerja dan timbangan analitik.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah preparat basah berupa organ reproduksi sapi betina dan preparat histologi hipofisis, ovarium, uterus dan oviduct.

Metode
            Organ reproduksi sapi betina diamati untuk kemudian diketahui fungsi dari masing-masing organ reproduksi sapi betina bangsa Simpo umur 6 tahun Masing-masing bagian organ reproduksi dibedakan, lalu dilakukan pengukuran dengan seksama menggunakan pita ukur pada masing-masing bagiannya
            Semua hasil pengukuran dicatat pada kertas kerja. Organ reproduksi sapi betina yang telah diamati, diketahui fungsi dari masing-masing bagiannya, diukur, lalu diterangkan kembali oleh praktikan. Pengamatan histologi preparat diamati, dibedakan, diketahui fungsi dan digambar bagian-bagian dari alat reproduksi yang diberikan.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil pengukuran organ reproduksi betina pada ternak sapi peranakan Simpo dengan umur 6 tahun dan berat badan 430 kg adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil pengukuran alat reproduksi betina
Bagian alat reproduksi sapi betina
Ukuran (cm)
Kisaran normal (cm)
Ovarium
p: 2; l: 1, ; t: 1,5
-
Oviduct
15
25
Uterus : corpus uteri
cornu uteri
12
19
Tanduk 35-40
badan2-4
Cervix uteri
p: 8 dan l: 9
8-10, diameter 3-4
Vestibulum
10
-
Portio vaginales cervices
24
-
Vulva
27
-
Hafez (1993)

Pembahasan
            Ovarium. Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapat panjang ovarium 2 cm, lebar 1 cm, dan tinggi 1,5 cm. Hal itu sesuai dengan pendapat Hardjopranjoto (1995), bahwa ukuran ovarium sapi adalah panjang 2 sampai 3 cm, lebar 1 sampai 2 cm, tebal 1 sampai 2 cm, dan beratnya berkisar antara 15 sampai 19 gram
Ovarium merupakan alat reproduksi betina yang berfungsi ovum (sel telur) dan menghasilkan hormon esterogen dan progesteron. Menurut Widayati et. al. (2008), ovarium terletak di rongga perut, tidak turun seperti halnya testes dan berfungsi untuk menghasilkan sel telur dan hormon, yaitu estrogen, progesteron, dan inhibin. Hal itu sesuai dengan pendapat Santoso (2010), bahwa ovarium mempunyai dua fungsi, sebagai organ eksokrin yang menghasilkan sel telur atau ovum dan sebagai organ endokrin yang mensekresikan hormon kelamin betina estrogen dan progesteron. Ovarium digantung oleh mesovarium dengan panjang 2 cm. Hal itu sesuai dengan pendapat Hardjopranjoto (1995), bahwa ovarium digantung oleh alat penggantung mesovarium dan ligamentum utero ovarika.
            Ovum yang diovulasikan akan mengalami kematangan dengan tahapan  folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier, dan folikel de Graaf (Widayati et al.,2008). Ovulasi terjadi karena pecahnya folikel sehingga ovum keluar. Bekas ovum yang keluar berwarna merah disebut corpus haemorrhagicum yang akan berkembang menjadi corpus luteum. Segera setelah ovulasi, rongga folikel berisi cairan limfa dan darah, membentuk struktur yang disebut corpus haemorrhagicum kemudian sel-sel granulosa berganda secara cepat membentuk corpus luteum (Frandson, 1992). Ovum yang telah diovulasikan akan ditangkap oleh ostium abdominale pada oviduct dan diarahkan oleh fimbria masuk ke ampulla isthmic junction dan menunggu spermatozoa untuk pembuahan.

Oviduct. Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapat panjang oviduct adalah 15 cm. Hasil pengukuran ini tidak sesuai dengan pendapat Frandson (1992), bahwa panjang tuba uterin (oviduct) berkisar 25 cm. Hal ini dapat disebabkan karena pada pengukuran saluran oviduct yang berkelok-kelok tidak diukur secara teliti dan seksama sehingga didapat hasil pengukuran panjang oviduct yang lebih pendek selain itu, ukuran dari oviduct berbeda-beda tiap ternaknya.
            Tuba falopii (Oviduct) dibagi menjadi: infundibulum tubae yang mempunyai pintu ke rongga abdominal disebut osteum tubae abdominale. Ampula tubae adalah tempat terjadi pembuahan. Isthmus mempunyai rongga sempit dan berkelok-kelok serta sangat panjang. Extremitas uterinae dengan osteum tubae uterinae yang bermuara pada kornua uteri. Pada osteum ini terdapat benjolan-benjolan atau papilla yang disebut papilla uterinae, khususnya pada kuda dan anjing memiliki jumlah yang besar (Hardjopranjoto, 1995).
            Menurut Frandson (1992), oviduct yang berada dekat dengan ovarium adalah infundibulum yang ujungnya berjumbai disebut fimbria. Infudibulum terletak didekat Ovarium yang berfungsi menangkap folikel yang telah masak (ovum). Pergantungan oviduct disebut mesosalving.
Fungsi oviduct antara lain pertemuan ovum dengan spermatozoa atau tempat terjadinya fertilisasi di bagian ampula. Blakely dan Bade (1991) berpendapat bahwa pembuahan yaitu persatuan antara sel telur dan sperma, terjadi disepertiga bagian atas dari oviduct. Transport ovum yang telah dibuahi (zygot) menuju ke uterus. Hal itu sesuai dengan pendapat Dellman dan Brown (1992), bahwa dalam ampula aktivitas silia merupakan kekuatan utama untuk menggerakkan ovum kearah isthmus, tetapi  pada beberapa spesies kontraksi otot juga sangat berperan. 
Uterus. Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan hasil panjang corpus uteri 12 cm dan panjang cornu uteri 19 cm. Menurut Lindsay et al., (1982), uterus pada sapi yang tidak bunting memiliki diameter 5 sampai 6 cm. Ukuran dan panjang bagian-bagian uterus tergantung dari umur dan jenis bangsa hewan tersebut sedangkan menurut Frandson (1992) panjang corpus uteri yaitu berkisar antara 2 sampai 4 cm dan panjang cornu uteri berkisar 35 sampai 40 cm
Uterus ternak yang tergolong mamalia terdiri dari korpus (badan), serviks (leher), dan dua tanduk atau kornua. Proporsi relatif dari tiap-tiap bagian itu bervariasi tergantung spesies, seperti juga halnya bentuk maupun susunan tanduk-tanduk tersebut. Korpus (badan) uterus ukurannya paling besar daripada kuda, lebih kecil pada domba dan sapi, dan pada babi serta anjing, kecil saja. Secara superficial, badan uterus sapi tampak relatif lebih besar dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya, karena bagian kaudal dari tanduk tergabung dengan ligamen interkornual (Frandson, 1992).
Seperti halnya kebanyakan organ internal yang menyerupai tabung, dinding uterin terdiri dari suatu lapis membrane mukosa, suatu lapis otot intermediate, dan suatu lapis serosa bagian luar, yaitu perimetrium (peritoneum) (Frandson, 1992).
Uterus berfungsi sebagai tempat implantasi embrio dan tempat tubuh serta berkembangnya embrio. Hal itu sesuai dengan pendapat Dellman dan Brown (1992), bahwa uterus merupakan tempat implantasi konseptus (zigot yang telah berkembang menjadi embrio). Selain itu uterus juga berfungsi sebagai saluran yang dilewati spermatozoa menuju oviduct, dan berperan dalam proses kelahiran. Hunter (1995) menyatakan bahwa fungsi uterus adalah sebagai jalannya sperma pada saat kopulasi dan motilitas (pergerakan) sperma ke tuba falopii dibantu dengan kerja yang sifatnya kontraktil. Uterus juga berperan besar dalam mendorong fetus serta membrannya pada saat kelahiran.
Apabila daerah cauda uteri disayat dan dilihat bagian dalamnya terdapat tonjolan tempat implantasi mebrio yang disebut karankula. Hal itu sesuai dengan pendapat Frandson (1992), bahwa karankula adalah tonjolan-tonjolan yang menyerupai bentuk cendawan dari permukaan dalam uterus ruminansia yang merupakan tempat perlekatan membran fetus. Batas antara uterus dan oviduct disebut utero tuba junction.

Serviks. Serviks adalah urat  daging sphincter yang terletak diantara corpus uteri dan vagina. Fungsi serviks yaitu menutup lumen uterus sehingga tidak memberi kemungkinan untuk masuknya jasad renik (mikroorganisme) ke dalam uterus, dan untuk menyeleksi spermatozoa. Hal itu sesuai dengan pendapat Hardjopranjoto (1995), bahwa serviks merupakan suatu struktur yang mempunyai sfingter (sphincter) yang memisahkan rongga uterin dengan rongga vagina. Fungsi pokok serviks adalah untuk menutup uterus guna melindungi masukknya invasi bakteri maupun masuknya bahan-bahan asing.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan panjang cervix uteri 8 cm dan lebar 9 cm. Portio uteri dalam keadaan membuka. Hal itu sesuai dengan pendapat Hardjopranjoto (1995), bahwa serviks pada sapi panjangnya antara 5 sampai 10 cm mempunyai diameter  antara 2 sampai 6,5 cm.
Lumen serviks selalu tertutup kecuali waktu birahi (estrus) dan melahirkan. Hardjopranjoto (1995) menyatakan bahwa sfingter itu tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat kelahiran. Selama birahi dan kopulasi, serviks berperan sebagai jalan masuknya sperma. Jika kemudian terjadi kebuntingan, saluran uterin itu tetutup dengan sempurna guna melindungi fetus. Beberapa saat sebelum kelahiran, pintu itu mulai terbuka, serviks mengembang, hingga fetus dan membran dapat melaluinya pada saat kelahiran. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hardjosubroto (1994) bahwa perbedaan yang sering ditemukan antara sapi dara dengan sapi beranak adalah pada bagian serviks, ukurannya menjadi lebih besar daripada
sapi yang telah beberapa kali melahirkan
Vagina. Menurut Hardjopranjoto (1995), vagina terletak di bagian belakang dari rongga pelvis sebelah atas dari kantong kencing yang pada waktu melahirkan rongga vagina dapat meluas dan membesar sesuai dengan besar fetus yang akan dilahirkan.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan panjang vestibulum 10 cm dan panjang portio vaginalis cervices 27 cm. Hal itu sesuai dengan pendapat Frandson (1992), bahwa panjang vestibulum berkisar antara 10 samai 12 cm, dan panjang portio vaginalis uteri berkisar antara 25 sampai 30 cm.
Perbatasan antara vestibulum dan portio vaginalis cervices disebut hymen. Hal itu sesuai dengan pendapat Hardjopranjoto (1995), bahwa batas antara vagina dan vestibulim vaginae terdapat selaput tipis disebut selaput dara (hymen). Vagina berfungsi sebagai alat kopulasi dan tempat sperma dideposisikan. Frandson (1992) menyatakan bahwa vagina juga berperan sebagai selaput yang menerima penis dari hewan jantan pada saat kopulasi. Selain itu vagina berfungsi sebagai jalan peranakan selama proses beranak. Dellman dan Brown (1992) berpendapat bahwa vagina adalah bagian saluran peranakan yang terletak didalam pelvis di antara uterus (arah kranial) dan vulva (kaudal).

Gambar 10. Vagina








Vulva. Vulva terdiri atas labia mayora dan labia minora. Dellman dan Brown (1992) menyatakan bahwa lipatan urogenital yang membentuk labia minora. Pembesaran labioskrotal membentuk labia mayora. Labia luar dan dalam bersatu pada hewan piaraan, membentuk labia vulvae. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan panjang vulva 27 cm. Hal itu tidak sesuai dengan pendapat Hardjopranjoto (1995), bahwa pada sapi, vulva mempunyai panjang 10,00 sampai 12,5 cm pada bidang bawah dan 7,5 sampai 10 cm pada bidang atas serta Bearden and Fuquay  (1997) pun menyatakan bahwa panjang vulva 10 sampai 12 cm pada sapi. Hal ini disebabkan karena ukuran vulva setiap ternaknya itu berbeda – beda tergantung dari jenis ternak, umur ternak, dan pernah tidaknya melahirkan.

Klitoris. Antara labia di bagian ventral tepat di sebelah dalam lubang ureter terdapat klitoris. Klitoris merupakan lubang kecil setelah vulva. Menurut Bearden and Fuquay (1997), Klitoris berhomolog dengan gland penis pada hewan jantan, berlokasi pada sisi ventral, sekitar 1 cm di dalam labia. Clitoris mengandung erectile tissue sehingga dapat berereksi, juga dapat mengandung ujung syaraf perasa, syaraf ini memegang peranan penting pada waktu kopulasi. Klitoris bereaksi pada hewan yang sedang estrus, tetapi hal ini tidak cukup untuk dijadikan sebagai pendeteksi estrus pada kebanyakan spesies.

.Adenohypophysis
Adenohypophysis merupakan bagian dari kelenjar hipotalamus pada anterior lobe, berdasarkan pengamatan adenohypophysis terdiri dari cromophile sell, dan cromophill yang dibagi menjadi alfa cell dan betha cell, menurut Dellman (1992) adenohypophysis terdiri dari pars distalis yang merupakan bagian utama mengandung sel-sel yang mensekresikan hormon STH, ACTH, TSH, FSH, LH dan LTH. Pars distalis merupakan bagian hasil pertumbuhan keluar epitel titpis dari pars distalis yang mengelilingi tangkai neural, bagian ini tidak memiliki fungsi sebagai endokrin. Adenohipofisis merupakan kelenjar yang memepengaruhi hormone reproduksi baik jantan maupun betina (Widayati, dkk 2008) 
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulakan bahwa organ reproduksi betina tersusun atas ovarium, oviduct, uterus, serviks, vagina, vulva dan klitoris. Ovarium tersusun atas theca externa, theca interna, membrana basalis, antrhum, cumulus oophorus, corona radiate, zona pelucida, ruang perrivitelina, membran vitelina, dan ovum yang berfungsi menghasilkan ovum dan hormon. Oviduct dibagi menjadi tiga bagian yaitu infudibulum, isthmus, dan ampula. Uterus tersusun atas perimetrium, miometrium (longitudinal dan sirkuler), sel stroma, sel kelenjar, sel epitel, dan lumen. Vagina terdiri dari portio vaginalis cervices dan vestibulum. Vulva terdiri dari labia mayora dan labia minora.
Berdasarkan pengamatan pada dengan mikroskop menggunakan perparat kambing dapat disimpulkan bahwa bagian tersebut memiliki fungsi yang saling berkaitan satu sama lain dan erat hubungannya dengan system hormonal yang bekerja didalam tubuh. Adenohypophysis merupakan bagian dari kelenjar hipotalamus pada anterior lobe, Ovarium merupakan bagian yang menghasilkan sel telur/ovum dan kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon estrerogen, progesterone dan inhibidin Oviduct merupakan saluran yang menghantarkan sel telur (ovum) dari ovarium ke uterus. Uterus merupakan struktur saluran yang diperlukan untuk menerima ovum yang telah dibuahi dan perkembangan zigot.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.acces from http://www.biolreprod.org/. date December, 5, 2010

Anonim.acces from http://health.bayaw.com/. date December, 5, 2010

Anonim.acces. from http://instruction.cvhs.okstate.edu/. date December, 5, 2010

Bearden, J and Fuquay, J. W. 1997. Applied Animal Reproductoin Fourth Edition. Prentice Hall, Inc. USA

Blakely, J dan Bade, H. D. 1991. Ilmu Peternakan Edisi keempat. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Gadjah Mada Unuversity Press. Yogyakarta.

Hafez, E.S.E. 1990. Reproduction in Farm Animals edisi ke-7. Lea and Febiger. Philadelphia

Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya

Hunter, F.H.R. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. Institut Teknologi Bandung Press. Bandung.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapangan. PT Grasindo. Jakarta

Lindsay D.R., Entwistle KW and A.Winantea.1982.reproduction in Domestic Livestock in Indonesia.University of Queenskand Press.Melbourne

Santoso, B.W. 2010. Sistem Reproduksi Sapi Termasuk Perbandingan dengan Ruminansia Lainnya. available at bhimashraf.blogspot.com diakses tanggal 4 Oktober 2010

Widayati, Tri D., Kustono, ismaya, Sigit Bintara. 2008. Bahan Ajar Mata Kuliah Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.